KASUS 5
Ibuk
Mella merupakan pelanggan apotek Anda yang menderita penyakit dalam tahap
akhir, datang ke apotek membawa sebuah resep untuk obat lethal dose dan
menjelaskan keinginannya untuk mengakhiri hidup. Dia menyatakan bahwa dia perlu
beberapa penjelasan tentang cara pakainya. Negara tempat Anda melakukan praktek
baru-baru ini telah memberikan izin “Death with Dignity Act”, yang mana
melegalkan pelayanan obat yang digunakan untuk mengakhiri hidup pada orang yang
membutuhkan. Anda memiliki penilaian moral, etika, dan agama yang kuat untuk
membantu mengakhiri hidup dan merasa jika Anda tidak bisa melayani resep
tersebut. Apakah Anda telah benar jika menolak untuk melayani obat? Apa yang
seharusnya Anda lakukan? Apakah prinsip etika yang terlibat dalam kasus ini?
Apa yang akan Anda katakan kepada pasien?
Penyelesaian:
Mirip
dengan kasus 4, pelayanan obat untuk mengakhiri hidup memberikan dilema bagi
farmasis. Beberapa farmasis merasa bahwa benar adanya untuk mengetahui kapan
sebuah obat akan digunakan untuk mengakhiri hidup. Bagaimanapun, titik berat
ditempatkan pada privasi pasien serta resiko yang akan timbul.
Untuk
membantu menuntun farmasis dalam proses membuat keputusan dalam kasus bunuh
diri, AHSP, berkaca pada hubungan pasien-farmasis yang berdasarkan rasa
kepercayaan, menghormati kebebasan pasien, kerahasiaan, serta dalam pengambilan
keputusan, sudah merupakan tugas farmasis untuk memastikan bahwa pasien dan tim
kesehatan untuk diberitahu semua pilihan farmakoterapi yang bisa dilakukan
terhadap kondisi pasien. Juga dinyatakan bahwa pasien berhak memutuskan pilihan
terapetik terhadap kondisinya termasuk mengakhiri hidup. Farmasis harus
menghormati keputusan tersebut dan menjaga kerahasiaan “terlepas dari apakah
farmasis setuju dengan nilai-nilai yang mendasari pilihan atau keputusan
pengobatan pasien, mereka harus melupakan hal tersebut” (AHSP, 1999). Akhirnya,
AHSP (1999) juga mendukung keberatan hati nurani farmasis dengan menyatakan
“farmasis harus mempertahankan hak-hak mereka untuk memilih antara melayani
atau tidak secara moral, agama dan, etika dalam terapi pasien”. Dengan
demikian, farmasis juga harus mempertimbangkan tidak hanya peraturan negara yang
melegalkan bunuh diri dan keberatan hari nurani farmasis, tetapi juga prinsip
etika dan moral yang terlibatkan dalam hubungan antara
pasien-provider kesehatan (farmasis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar