Sabtu, 02 April 2016

CONTOH KASUS 5 KIE

KASUS 5
Ibuk Mella merupakan pelanggan apotek Anda yang menderita penyakit dalam tahap akhir, datang ke apotek membawa sebuah resep untuk obat lethal dose dan menjelaskan keinginannya untuk mengakhiri hidup. Dia menyatakan bahwa dia perlu beberapa penjelasan tentang cara pakainya. Negara tempat Anda melakukan praktek baru-baru ini telah memberikan izin “Death with Dignity Act”, yang mana melegalkan pelayanan obat yang digunakan untuk mengakhiri hidup pada orang yang membutuhkan. Anda memiliki penilaian moral, etika, dan agama yang kuat untuk membantu mengakhiri hidup dan merasa jika Anda tidak bisa melayani resep tersebut. Apakah Anda telah benar jika menolak untuk melayani obat? Apa yang seharusnya Anda lakukan? Apakah prinsip etika yang terlibat dalam kasus ini? Apa yang akan Anda katakan kepada pasien?
Penyelesaian:     
Mirip dengan kasus 4, pelayanan obat untuk mengakhiri hidup memberikan dilema bagi farmasis. Beberapa farmasis merasa bahwa benar adanya untuk mengetahui kapan sebuah obat akan digunakan untuk mengakhiri hidup. Bagaimanapun, titik berat ditempatkan pada privasi pasien serta resiko yang akan timbul.

Untuk membantu menuntun farmasis dalam proses membuat keputusan dalam kasus bunuh diri, AHSP, berkaca pada hubungan pasien-farmasis yang berdasarkan rasa kepercayaan, menghormati kebebasan pasien, kerahasiaan, serta dalam pengambilan keputusan, sudah merupakan tugas farmasis untuk memastikan bahwa pasien dan tim kesehatan untuk diberitahu semua pilihan farmakoterapi yang bisa dilakukan terhadap kondisi pasien. Juga dinyatakan bahwa pasien berhak memutuskan pilihan terapetik terhadap kondisinya termasuk mengakhiri hidup. Farmasis harus menghormati keputusan tersebut dan menjaga kerahasiaan “terlepas dari apakah farmasis setuju dengan nilai-nilai yang mendasari pilihan atau keputusan pengobatan pasien, mereka harus melupakan hal tersebut” (AHSP, 1999). Akhirnya, AHSP (1999) juga mendukung keberatan hati nurani farmasis dengan menyatakan “farmasis harus mempertahankan hak-hak mereka untuk memilih antara melayani atau tidak secara moral, agama dan, etika dalam terapi pasien”. Dengan demikian, farmasis juga harus mempertimbangkan tidak hanya peraturan negara yang melegalkan bunuh diri dan keberatan hari nurani farmasis, tetapi juga prinsip etika dan moral yang terlibatkan dalam hubungan antara pasien-provider kesehatan (farmasis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar