Sabtu, 02 April 2016

PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan pelayanan kesehatan yang mempunyai peran penting dalam mewujudkan kesehatan bermutu, dimana apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas. Layanan kefarmasian selain menjadi tuntutan profesionalisme juga dapat dilihat sebagai faktor yang menarik minat konsumen terhadap pembelian obat di apotek.
Pelayanan kefarmasian meliputi penampilan apotek, keramahan petugas, pelayanan informasi obat, ketersediaan obat, dan kecepatan pelayanan. Kepuasan pasien menggunakan jasa apotek merupakan cerminan hasil dari mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di apotek. Pelayanan tersebut dapat berupa interaksi dengan pelayanan medis, pasien, atau sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan baik itu dari administrasi, keuangan, serta tenaga kesehatan.
Kepuasan menggunakan jasa apotek merupakan sikap dari konsumen dalam menentukan arah dan tujuan akhir dalam proses memahami pemakian obat secara tepat atau pembelian suatu produk obat, sehingga kepuasan pasien menggunakan jasa apotek dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat seberapa besar kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penyusun dapat membuat rumusan masalah seperti berikut.
a.    Apakah yang dimaksud dengan PIO?
b.    Apasajakah sumber-sumber informasi?
c.    Apasajakah metode-metode PIO?
d.   Apasajakah tujuan PIO?
e.    Apasajakah fungsi PIO?
f.     Apasajakah sasaran PIO?
g.    Apasajakah kategori PIO?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah seperti berikut ini.
a.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui definisi dari PIO
b.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui sumber-sumber informasi.
c.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui metode-metode PIO
d.   Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui tujuan PIO
e.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui fungsi PIO
f.     Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui sasaran PIO
g.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui kategori PIO










BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Definisi PIO
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, serta terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Anonim, 2006). Unit ini dituntut untuk dapat menjadi sumber terpercaya bagi para pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka dapat mengambil keputusan dengan lebih mantap (Juliantini dan Widayanti, 1996).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit, Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).
Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:
a.    Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).
b.    Objektif (sesuai dengan kebutuhan)
c.    Seimbang
d.   Ilmiah
e.    Berorientasi kepada pasien dan pro aktif

2.2    Sumber-Sumber Informasi
2.2.1   Sumber Daya
a.    Tenaga kesehatan : dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.
b.    Pustaka: terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan Farmakope.
c.    Sarana: fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.
d.   Prasarana: industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).
Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
a.    Pustaka Primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer yaitu laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluative, laporan deskriptif.

b.    Pustaka Sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base, contoh: medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.

c.    Pustaka Tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim, 2006).

2.3    Metode-Metode PIO
Adapun metode-metode dari PIO adalah seperti berikut:
a.    PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan dengan kondisi RS. 
b.    PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga. 
c.    PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada PIO diluar jam kerja.
d.   Tidak ada petugas khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja. 
e.    Tidak ada apoteker khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.

2.4    Tujuan PIO
Adapun tujuan pelayanan informasi obat yaitu:
a.    Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
b.    Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
c.    Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi) (Anonim, 2006).

2.5    Fungsi PIO
Adapun fungsi  pelayanan informasi obat yaitu:
a.    Memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat
b.    Memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di RS
c.    Drug utilization review (DUR)/drug utilization review evaluation (DUE)
d.   Pelaporan efek samping obat  (ESO)
e.    Konseling pasien
f.     Pembuatan buletin / newsletter
g.    Edukasi
h.    Riset dan penelitian

2.6    Sasaran PIO
Sasaran informasi obat yaitu:
a.    Pasien dan atau keluarga pasien.
b.    Tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain.
c.    Pihak lain seperti manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim, 2006).
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang tertera dibawah ini:
a.    Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker  agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).

b.    Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat kepada PRT dalam rangkaian proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional kesehatan yaang paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu, perawatlah yang pada umumnya yang pertama mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll (Siregar, 2004).

c.    Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk pasien pada umumya mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat, dan sebagainya (Siregar, 2004).

d.   Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, seing menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).

e.    Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti, dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt retrospektif, tim program pendidikan “in-service” dan sebagainya (Siregar, 2004).

2.7    Kategori PIO
Lingkup jenis pelayanan informasi obat disuatu rumah sakit, antara lain seperti tertera dibawah ini:
a.    Pelayana Informasi Obat untuk Menjawab Pertanyaan
Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan salah satu pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini memungkinkan penanya dapat memperoleh informasi khusus yang dibutuhkan tepat pada waktunya. Sumber informasi dapat dipusatkan dalam suatu sentra informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit.

b.    Pelayana Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu pengguna obat di suatu rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan obat memerlukan standar atau kriteria penggunaan obat yang digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi ketepatan atau ketidak tepatan penggunaan obat. Oleh karena itu, biasanya apoteker informasi obat memainkan peranan penting dalam pengenbangan standar atau criteria penggunaan obat.



c.    Pelayanan Informasi Obat dalam Studi Obat Investigasi
Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan secara komersial, tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada manusia. Berbagai pendekatan untuk mengadakan pelayanan ini bergatung pada berbagai sumber rumah sakit. Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan penambahan, pengembangan, dan penyebaran informasi yang tepat untuk obat investigasi terletak pada suatu pelayanan informasi obat.

d.      Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi dan Terapi
Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi rumah sakit yang vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam rumah sakit. Hal ini dapat disiapkan dengan memadai oleh suatu pelayanan informasi obat.

e.    Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi
Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan obat dan perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi seleksi obat adalah suatu komponen penting dari pelayanan informasi obat. Untuk mencapai sasaran itu, bulletin farmasi atau kartu informasi yang berfokus kepada suatu golongan obat, dapat dipublikasikan dan disebarkan kepada professional kesehatan
Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakitdi suatu rumah sakit, antara lain:
a.    Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan
b.    Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi
c.    Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi
d.   Pelayanan informasi obat  untuk edukasi
e.    Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat
f.     Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi



















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, serta terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Anonim, 2006). Sumber-sumber informasinya yaitu sumber daya, Adapun metode-metode dari PIO adalah seperti PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan dengan kondisi RS, PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga dan lain sebagainya.
Adapun tujuan pelayanan informasi obat yaitu, menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. Adapun fungsi  pelayanan informasi obat yaitu, memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat, memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di rs, drug utilization review (dur)/drug utilization review evaluation (due), pelaporan efek samping obat  (eso).
Sasaran informasi obat yaitu pasien dan atau keluarga pasien, Tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain. Lingkup jenis pelayanan informasi obat disuatu rumah sakit, antara lain seperti  pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan. pelayana informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat, pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi dan pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. KEMENKES RI : Jakarta
Anonim. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan No. Hk. 00. Dj. Ii. 924 Tentang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit. Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI: Jakarta
Juliantini, E. dan Widayanti, S. 1996. Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo. Prosiding Kongres Ilmiah XI ISFI, 3-6 juli 1996: Jawa Tengah.
Siregar, Charles. 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. ECG: Jakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar