Sabtu, 02 April 2016

KASUS 4 KIE

KASUS 4
Talita berusia 19 tahun, seorang mahasiswa. Dia membawa resep bertuliskan Plan B. Resep ini digunakan untuk kontrasepsi post-coital darurat. Farmasis yang bertugas pada waktu itu adalah Endri, menolak untuk melayani resep tersebut. Talita menjadi bingung dan memohon dengan sangat kepada Endri untuk melayani resep tersebut karena hanya apotek tersebut yang terdekat dari kampus serta yang menerima asuransi dan dia tidak tahu harus ke apotek mana untuk menebus resep tersebut. Dengan sedih Talita menjelaskan pada Endri bahwa alasan dia membutuhkan resep tersebut karena dia telah diserang dan diperkosa ketika ke asrama setelah pesta. Endri tetap bersikukuh dan merekomendasikan Talita untuk memperoleh konseling. Pasien tersebut meninggalkan apotek dengan resep yang tak dilayani dalam keadaan gusar dan emosional. Sehari setelah dia menghubungi dan berbicara kepada manajer Endri, dia menjelaskan situasi dan permintaan agar Endri dipecat. Apakah Endri telah benar dengan menolak untuk melayani obat? Apa sebenarnya yang harus Endri lakukan kepada pasien?
Penyelesaian:
     Kasus ini melibatkan prinsip etik dalam patient autonomy dan provider fidelity dan nonmaleficence. Pasien mengharapkan adanya pelayan perawatan kesehatan mereka, termasuk farmasis, untuk menggunakan keputusan profesionalnya untuk membuat keputusan yang faktual dan objektif dan tidak berdasarkan pada keputusan pribadi atau personal. Pasien mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi dan sensitif  pada farmasis dan kepercayaan dimana mereka mengharapkan loyalitas tinggi dari farmasis. Dilema moral muncul ketika farmasis merasa secara moral tidak bisa menjalin hubungan dengan pasien dengan tidak memenuhi resep yang valid. Dengan tidak memenuhi resep tersebut, farmasis terlihat berperan sebagai “orang tua” yang mana seperti mengerti apa yang terbaik untuk si pasien tanpa mempertimbangkan kebebasan pasien. Sangat penting untuk dipahami bahwa tren dalam pelayanan kesehatan adalah memberdayakan pasien untuk mengontrol pelayanan kesehatan untuk mereka dan kebebasan diwujudkan dengan kebebasan memilih berdasarkan keputusan yang dibuat yang telah diinformasikan.
Farmasis mempunyai tugas untuk menyediakan informasi obat kepada orang yang membutuhkan obat dan pasien berhak atas perawatan yang diberikan oleh dokter. Dengan demikian, penyusunan alternatif diperlukan untuk membantu pasien. Misalnya, pada farmasis yang merujuk kepada farmasis lain untuk memenuhi resep tersebut, tetapi resep tersebut harus sesuai dengan apa yang dituliskan dokter.

Farmasis perlu menyadari implikasi keberatan dari hati nurani tidak hanya kepada pasien tetapi juga pada atasan dan rekan kerja. Menurut Harvey and colleagues (2006), “ketika farmasis mengambil sebuah pekerjaan, dia berkewajiban untuk mematuhi kebijakan dan keputusan dari atasan….” Dengan demikian, lebih baik bila farmasis menyelesaikan persoalan seperti ini dengan atasan dalam diskusi terbuka sebelum menjadi halangan yang berpotensi menjadikan situasi yang kurang kondusif pada kepuasan pasien dan kesejahteraan pasien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar