Rabu, 06 April 2016

GAGAL GINJAL KRONIK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat proggresif dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dalah darah. Menurut WHO penyakit gagal ginjal dan saluran kemih telah menyumbangkan 850.000 kematian setiap tahunnya.
Hal ini menyatakan bahwa penyakit gagal ginjal kronik menduduki peringkat ke 12 tertinggi angka kematian atau angka ke 17 angka kecacatan, hingga tahun 2015 WHO memperkirakan sebanyak 36 juta orang didunia meninggal akibat gagal ginjal kronik.
Di Indonesia penyakit gagal ginjal kronik semakin banyak diderita warga masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari data kunjungan ke poli ginjal, hipertensi ke rumah sakit dan semakin banyaknya penderita yang harus cuci darah.
Usia dari populasi penduduk dan adanya peningkatan prevalensi penyakit yang menjadi penyebab penyakit gagal ginjal kronik seperti hipertensi dan diabetes, menggambarkan bahwa gagal ginjal kronik dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang semakin berkembang di masa depan. Dengan demikian dialysis dan transplantasi ginjal merupakan sarana sebagai pilihan terapi pengganti fungsi ginjal akan semakin luas digunakan seiring dengan meningkatnya jumlah penderita gagal ginjal kronik.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penyusun dapat membuat rumusan masalah seperti berikut.
a.     Apakah yang dimaksud dengan gagal ginjal kronik?
b.    Apasajakah jenis-jenis gagal ginjal kronik?
c.     Apasajakah etiologi dari gagal ginjal kronik?
d.    Apasajakah tanda dan gejala dari gagal ginjal kronik?
e.     Bagaimanakah patofisiologi dari gagal ginjal kronik?
f.     Bagaimanakah diagnosis dari gagal ginjal kronik?
g.    Bagaimanakah penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah seperti berikut ini.
a.     Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui pengertian dari gagal ginjal kronik
b.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui jenis-jenis dari gagal ginjal kronik
c.     Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronik
d.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui tanda dan gejala dari gagal ginjal kronik
e.     Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui patofisiologis dari gagal ginjal kronik
f.     Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui diagnosis dari gagal ginjal kronik
g.    Agar Mahasiswa/i dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan dari gagal ginjal kronik




BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan kelainan patologik, petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.2    Jenis-Jenis Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur) x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85.
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat
Penjelasan
LFG(ml/mnt/1,73m²)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
> 90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat
15- 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis


Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes
·      Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)
·      Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
·      Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
·      Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi
·      Rejeksi kronik
·      Keracunanobat (siklosporin/takrolimus)
·      Penyakit recurrent (glomerular)
·      Transplant glomerulopathy

2.3    Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
2.3.1   Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialysis.
2.3.2   Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.

2.3.3   Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

2.3.4   Ginjal Polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

2.4    Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronik
a.    Perubahan frekuensi buang air kecil yang nyata pada warna air kencing
b.    Sering buang air kecil dimalam hari
c.    Retensi air didalam tubuh (wajah, tangan, kaki)
d.   Nefsu makan berkurang
e.    Nyeri
f.     Kelelahan
g.    Tekanan darah tinggi

2.5    Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.
2.6    Diagnosis Gagal Ginjal Kronik
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a.    Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b.    Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c.    Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d.   Menentukan strategi terapi rasional
e.    Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).
2.6.1   Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

2.6.2   Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
a.    Pemeriksaan faal ginjal (LFG): pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG).
b.    Etiologi gagal ginjal kronik (GGK): analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
c.    Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit: progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

2.6.3   Pemeriksaan Penunjang Diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
a.    Diagnosis etiologi GGK: beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU).
b.    Diagnosis pemburuk faal ginjal: pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
2.7    Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
2.7.1   Algoritma
2.7.2   Terapi Nonfarmakologi
a.    Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b.    Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari
c.    Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d.   Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
e.    Transplantasi ginjal
f.     Hemodialisis
g.    Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
h.    Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
i.      Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
j.      Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
k.    Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD: 17 mg/hari
l.      Kalsium: 1400-1600 mg/hari
m.  Besi: 10-18mg/hari
n.    Magnesium: 200-300 mg/hari
o.    Asam folat pasien HD: 5mg

2.7.3   Terapi Farmakologi
a.    Kontrol tekanan darah: penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan, penghambat kalsium dan diuretic
b.    Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
c.    Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin.


















BAB III
PENUTUP
1.1    Kesimpulan
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia. Etiologi dari GGK bias karena Glomerulonefritis kronis, hipertensi, kencing manis (diabetes melitus), batu ginjal, infeksi kronis saluran air kencing (virus TBC), Makanan, minuman dan obat-obatan (Nefron Toksik), Obesitas dan rokok.
Diagnosa GGK bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radilogis, pemeriksaan lainnya. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid ccondition), Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal. Terapi farmakologi dengan cara  terapi konservatif, simtomatik, pengganti ginjal









DAFTAR PUSTAKA
Sukandar, Enday. 2006. Nefrologi Klinik Edisi III. PPI Ilmu Penyakit Dalam RSHS: Bandung
Soegondo, Sidartawan, dkk.  2005. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. FKUI: Jakarta
Sidabutar, RP. 1998. Hipertensi Esensial Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. FKUI: Jakarta













LAMPIRAN
ANALISA KASUS
Pasien bapak M umur 53 tahun datang ke RS dengan keluhan udem pada kaki, kepala dan pinggang nyeri. Hasil pemeriksaan menunjukkan nilai SrCr = 5,7, K=4,0. TD =190/80 mmHg. Diagnosa: GGK stadium V + HD. Obat yang diberikan:
Furosemid inj. 10 mg 1x1
Ketorolac 40 mg 2x1
Ranitidine inj 50 mg 2x1
Asamfolat 5 mg 3x1
Vit. B12 1000 ug 3x1
Penyelesaian Kasus:
1.        Subjektif:
a.    Nama               : Bapak M
b.    Umur               : 53 tahun
c.    Keluhan           : udem pada kaki, kepala dan pinggang nyeri.

2.        Objektif    : SrCr = 5,7
  K=4,0
 TD = 190/80 mmHg

3.        Assament
Pasien diagnosis Gagal ginjal kronik stadium V dan Hemodialisis.

4.        Planning
a.     Non Farmakologis
·      Dianjurkan melakukan diaisis. Dialisis (cuci darah) dilakukan dengan frekuensi minimal 2-3 kali seminggu, lamanya cuci darah minimal 4-5 jam untuk setiap kali tindakan. Dialisis dilakukan pada gagal ginjal kronis pada stadium akhir dimana GFR nya < 15 ml/menit.
·      Cukup asupan cairan (cukup minum) menurut keadaan ginjal dan jumlah produksi air seni. Biasanya cairan yang diperlukan tubuh berkisar antara 1500-2000 ml per hari. Jika jumlah air seni berkurang, pemberian cairan dilakukan berdasarkan jumlah urine ditambah kehilangan air yang tidak terlihat seperti melalui tinja, keringat dan paru-paru.
·      Diet rendah protein untuk pasien yang menjalani cuci darah secara kontinue. Menghitung asupan protein bisa dilakukan dengan berat badan yang sebenarnya atau BB tanpa edema dikalikan dengan 1,2 g protein/hari (untuk pasien cuci darah).

b.    Farmakologis
·      Furosemid inj 10 mg 1x1
·      Ketorolac 40 mg 2x1
·      Ranitidine inj 50 mg 2x1
·      Asam folat 5 mg 3x1
·      Vit. B12 1000 µg 3x1

c.       Monitoring
·      Monitor tekanan darah
·      Monitor serum kreatinin
·      Monitor jumlah cairan dalam tubuh

d.      KIE
·      Bapak M disarankan untuk lebih sering istirahat dan tidur teratur 10 jam sehari untuk memperbaiki kondisi kesehatannya.
·      Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga kondisi untuk tidak stres.
·      Jika terjadi efek samping obat segera hubungi dokter.
·      Informasikan kepada pasien seputar ESO yang potensial terjadi.

·      Jangan mengganti sediaan obat ataupun dosis tanpa sepengetahuan dokter. 

1 komentar:

  1. wihh nice info, saya pengunjung setia web anda
    kunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
    Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
    http://goldengamat.biz/obat-tradisional-gagal-ginjal-akut/

    BalasHapus